Kamis, 08 Januari 2009

ANALISIS EKONOMI REVRISOND BASWIRBULOGGATE
(skandal Bulog) sekali lagi membuktikan betapa kacaunya manajemen keuangan publik di negeri ini. Skandal yang menyabot sekitar Rp 35 milyar dana milik Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Bulog itu tidak hanya mengungkapkan diselenggarakannya sejumlah kegiatan publik di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi juga mengungkapkan dipeliharanya sejumlah sumber pembiayaan publik yang berada di luar pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan masyarakat.
Dengan praktik penyelenggaraan kegiatan publik seperti itu, keberadaan mekanisme APBN menjadi patut dipertanyakan. Untuk apakah sesungguhnya pemerintah mengajukan APBN kepada DPR, seandainya di luar mekanisme tersebut pemerintah memiliki keleluasaan untuk menyelenggarakan dan membiayai kegiatan publik sekehendaknya sendiri?
Dengan mempertanyakan hal itu, tidak berarti bahwa Buloggate adalah sebuah skandal yang istimewa. Sebagai cermin dari kekacauan manajemen keuangan publik secara umum, skandal sejenis Buloggate sesungguhnya terjadi hampir setiap hari pada berbagai bidang dan jajaran pemerintahan di Indonesia. Bahwa Buloggate mencuat menjadi skandal yang mengundang pembicaraan ramai, hal itu semata-mata karena Buloggate mengungkapkan keterlibatan sejumlah figur penting di sekitar pusat kekuasaan.
Selain itu, pengungkapan Buloggate secara tidak langsung memperlihatkan sedang terjadinya pertarungan sengit pada tingkat elite politik. Sebab, mustahil bila pengungkapan Buloggate hanya secara kebetulan terjadi bersamaan dengan rencana penggunaan hak interpelasi oleh DPR. Dengan demikian, pengungkapan Buloggate mustahil tidak berkaitan dengan masalah pencopotan Jusuf Kalla, baik sebagai Kepala Bulog maupun sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag).